Langsung ke konten utama

Hidung Belang Pilih Nonton Piala Dunia, Pelacur Jemput Bola

Hidung Belang Pilih Nonton Piala Dunia, Pelacur Jemput Bola

Demam Piala Dunia membuat meriang pengusaha tempat hiburan malam maupun wanita penjaja cinta. Tiap malam, sebagian besar masyarakat termasuk lelaki hidung belang lebih memilih menghabiskan waktu menonton siaran pertandingan sepakbola daripada kelayapan di dunia malam.

Diskotek, bar, atau karaoke pun jadi sepi pengunjung. Bahkan dampak lainnya, banyak pelacur yang terpaksa turun ke jalan dan banting harga.

“Sejak adanya siaran langsung World Cup, tamu di sini merosot drastis. Padahal, kami juga memberikan fasilitas TV buat nonton bareng, tapi tetap saja sepi tamu,” keluh Awi, manajer tempat hiburan malam di kawasan Mangga Besar, Tamansari, Sabtu (3/7).

Puluhan wanita pekerja free-lance banyak yang menganggur semalaman, sehingga mereka rela menemani tamu tanpa uang booking, asalkan dapat uang tips.

Pengakuan senada banyak diungkapkan pekerja hiburan malam yang selama tiga minggu ini dibuat panas dingin lantaran jauh dari omset. “Sudah beberapa hari ini saya terpaksa menginap di mess karena nggak punya ongkos buat pulang ke Depok. Padahal saya kangen sekali sama anak,” ujar Sela, janda muda yang bekerja di tempat karaoke dan singing hall.

Begitu pula pusat hiburan malam di kawasan Pangeran Jayakarta yang di dalamnya terdapat sekitar 1.000 wanita penghibur banyak yang bersaing banting harga. “Biasanya tarif ‘pijat’ Rp250 ribu/jam, sekarang ditawar Rp200 ribu pasti dikasih,” ujar Zaenal, pelanggan di kawasan tersebut.

JEMPUT BOLA

Sejumlah wanita penjaja cinta berupaya ‘jemput bola’ dengan cara turun ke jalan, bergabung dengan wanita jalanan lainnya, seperti yang banyak terlihat di kawasan Runway Kemayoran, Jalan Hayam Wuruk- Gajahmada, Jatinegara Barat, Yos Sudarso, Dr. Saharjo, Tebet, Blok M, dan lainnya.

Maraknya pelacur jalanan di Hayam Wuruk dikeluhkan warga Kelurahan Kebon Kelapa, Jakarta Pusat. “Setiap malam puluhan wanita penghibur mencari mangsa di Jalan Hayam Wuruk. Tapi kenapa, pihak Satpol PP tidak bergerak untuk menertibkannya,” ujar Adi, warga Kebon Kelapa, Sabtu (3/7).

Menurutnya, warga sudah sangat tidak nyaman dengan keberadaan para pekerja seks komersial yang mangkal di sepanjang Jalan Hayam Wuruk tersebut, terutama kalangan ibu-ibu, dan orang tua yang punya anak wanita.

Begitu pula, pemandangan yang mencolok terlihat di kawasan Blok M Kebayoran Baru dan Jl. Dr. Sahardjo, Tebet, Jakarta Selatan. “Sekarang ini pelacur jalanan terkesan dibiarkan aparat sehingga bertambah banyak,” kata Ny. Husni, warga Cilandak.

Dia berharap aparat Pemprov DKI maupun di tingkat walikota tidak hanya menertibkan preman dalam angkutan umum. Pelacur jalanan juga harus diberantas sehingga tak seenaknya buka usaha di pinggir jalan maupun trotoar. “Warga juga risih melihat aksi itu terlebih kaum wanita atau ibu rumah tangga,” jelas ibu dua anak itu.

139 WARGA KENA HIV/AIDS

Maraknya pelacuran hingga turun ke jalan, dan juga pergaulan bebas maupun penggunaan jarum suntik secara bergiliran dapat mengakibatkan penularan penyakit mematikan seperti HIV/AIDS. Khususnya wilayah Jakarta Barat yang banyak terdapat tempat hiburan malam tercatat 139 warga terkena virus mematikan. Penyebab penularan dari jarum suntik pencandu narkoba maupun melakukan seks bebas.

Walikota Jakbar Djoko Ramadhan didampingi Kasudin Kesehatan, Yeniarti Suaizi, menjelaskan, meski jumlah penderita HIV/AIDS di Jakbar cenderung turun yakni 139 kasus pada 2009 hingga Juni 2010 dibanding tahun 2008 dengan 327 kasus. Tapi, Pemkot Jakbar akan terus menggenjot penyuluhan bagi masyarakat di 56 kelurahan di 8 kecamatan. Termasuk sosialisasi bagi murid sekolah SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.

“Hingga kini jumlah penderita HIV/AIDS ibarat fenomena gunung es. Artinya jumlah yang dilaporkan tidak tertutup kemungkinan jauh lebih besar karena tidak terdeteksi,” jelas Walikota Djoko Ramadhan. [poskota]

Popular Posts

close
Gabung Grup Facebook Kami