Langsung ke konten utama

Persepsi Orangtua Terhadap Kecacatan Anak Berhubungan Dengan Pola Asuh Permisif

Persepsi Orangtua Terhadap Kecacatan Anak Berhubungan Dengan Pola Asuh Permisif

Hubungan Persepsi Orangtua Terhadap Kecacatan Anak (Tunagrahita) Dengan Pola Asuh Permissif


Interaksi pertama yang dilakukan oleh manusia yang baru lahir adalah dengan keluarganya. Bagi anak, keluarga bukan sekedar kelompok yang terdiri dari ibu, ayah dan anak serta saudara-saudaranya, tetapi keluarga merupakan suatu ikatan yang memberikan jaminan rasa aman, serta pemuasan lahiriah, dan batiniahnya. Dalam kehidupan keluarga, anak memperoleh dasar-dasar nilai kehidupan dan kepribadiannya (Meichati,1978). Anak akan menginternalisasi sikap yang dialaminya dan perasaan orangtua terhadapnya. Selanjutnya anak akan mengambil sikap-sikap tersebut dan menjadikannya sebagai sikap terhadap dirinya sendiri (Polland, 1994).
Segala perilaku yang ditunjukkan oleh orangtua melalui sikapnya dalam mengasuh anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana orangtua tersebut mempersepsi keadaaan anak. Lebih lanjut Afiatin (1993) menerangkan bahwa pada hakekatnya setiap orang selalu melakukan persepsi terhadap hal-hal di sekitarnya. Hal-hal yang telah dipelajari sebelumya atau pengalaman-pengalaman masa lalunya bersama dengan hal-hal lain seperti sikap-sikap, harapan-harapan, fantasi-fantasi, ingatan-ingatan, dan nilai-nilai yang dimiliki individu akan mempengaruhi persepsinya terhadap suatu objek persepsi. Ahli Psikologi sosial yang menganut aliran kognitif berpendapat bahwa di dunia ini terdapat dua jenis realitas, yaitu realitas objektif dan realitas subjektif (Afiatin, 1993). Realitas objektif adalah apa yang tergambarkan senyatanya tentang suatu objek, sedangkan realitas subjektif adalah bagaimana interpretasi seseorang tentang suatu objek. Dengan demikian realitas secara objektif adalah sama namun realitas subjektif dapat dikatakan sebagai persepsi. Dimana persepsi antara satu orang dengan orang lain berbeda. Jadi dapat dipahami adanya perbedaan persepsi antara individu yang satu dengan lainnya, walaupun objek yang diamati sama. Persepsi tergantung pada keadaan individu itu sendiri, bagaimana individu tersebut mengamati dan menanggapi.
Dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses penilaian terhadap suatu objek, melalui proses penginderaan, diakhiri dengan interpretasi dan dipengaruhi oleh pengalaman, motivasi, dan kondisi saat ini. Sebagian besar tingkah laku dan penyesuaian individu ditentukan oleh persepsinya. Individu berbuat demikian terhadap sesuatu hal, semua tergantung bagaimana individu tersebut menanggapi sesuatu itu dengan persepsinya. Proses persepsi ini diperoleh orangtua dalam interaksinya dengan anak dalam kehidupan sehari-hari yang nantinya berhubungan dalam penerapan sikap orangtua melalui pola asuhannya.
Dalam keluarga anak akan belajar hal-hal yang menyangkut lingkungan sekitar. Proses belajar dalam diri anak tersebut baik langsung maupun tidak langsung terangkum dalam interaksi orangtua dan anak. Interaksi orangtua-anak disebut sebagai pola asuh orangtua (Maccoby dalam Resti 2002). Orangtua dalam mempersepsi anak dipengaruhi oleh keadaan anak itu sendiri. Orangtua dapat dikatakan sebagai pendidik utama dalam mengembangkan kemampuan anak. Sesuai dengan fungsi masing-masing, maka orangtua mempunyai persepsi yang belum tentu sama mengenai anak. Mengingat masing-masing orangtua mempunyai kemampuan yang berbeda dan status yang berbeda pula dalam masyarakat, maka kemungkinan besar mereka mempunyai persepsi yang berbeda dalam melihat anak mereka yang mengalami kecacatan.
Hal ini merupakan permasalahan yang hendak diteliti oleh peneliti, karena persepsi tersebut akan mempengaruhi sikap mereka dalam menghadapi anak dan menerapkannya melalui pola asuhan. Dalam penerapan pola asuhannya orangtua yang memiliki anak cacat (tuna grahita) lebih mengutamakan pada pola asuh permissif. Pola asuh permissif adalah pola hubungan yang terjadi antara orangtua pada anak yang mengutamakan kebebasan anak sepenuhnya untuk mengungkapkan dan mendapatkan keinginan serta kemauannya dimana orangtua tidak memberikan tanggungjawab kepada anak, karena pola komunikasi yang terjadi yaitu satu arah dari anak. Pola asuh permissif yang terjadi disebabkan karena perbedaan dalam mempersepsi keadaan anak yang mengalami kecacatan. Orangtua yang mempersepsikan anaknya tidak dapat melakukan apapun dikarenakan kecacatan yang dimiliki anak akan membawa pengaruh pada penerapan peraturan dalam kesehariannya bersama anak. Orangtua lebih merasa harus mengawasi anaknya yang memiliki kekurangan dibanding dengan anak-anaknya yang lain yang berada dalam kondisi normal. Kecacatan yang dimiliki anak menuntut orangtua untuk lebih dahulu memenuhi kebutuhan anak mereka yang mengalami kecacatan, sehingga hal tersebut membentuk suatu persepsi yang kemudian baik sadar maupun tidak mempengaruhi dalam penerapan pola asuh.
Pola asuh permissif yang banyak diterapkan oleh orangtua yang memiliki anak tuna grahita salah satunya dipengaruhi oleh bagaimana orangtua memandang anak dan mempersepsi keadaan anak tersebut. Penerapan pola asuh tersebut terjadi dikarenakan pandangan orangtua dalam melihat keadaaan anak, dimana orangtua beranggapan bahwa anak tidak dapat melakukan apapun, membutuhkan pertolongan dan simpati. Seberapa besar persepsi orangtua terhadap kecacatan yang dimiliki anak berpengaruh terhadap pola asuh permissif, inilah yang merupakan permasalahan yang hendak diteliti oleh peneliti.
Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa persepsi orangtua terhadap kecacatan anak (tunagrahita) dapat mempengaruhi penerapan pola asuh orangtua. Dimana dalam penerapan pola asuhannya, orangtua yang memiliki anak cacat (tunagrahita) lebih menunjukkan pada pola asuh permissif.

Popular Posts

close
Gabung Grup Facebook Kami